- Back to Home »
- waNita :-)
Posted by : Unknown
Monday, 12 January 2015
Allah SWT menciptakan makhuknya
berpasang-pasangan. Di antara makhluknya yang paling indah dan sempurna adalah
manusia. Allah SWT juga telah menurunkan petunjuknya yang paling sempurna.
Sehingga, bila manusia menerima dan mengamalkan petunjuk itu, betapa indahnya
manusia itu.
Sebaliknya, bila ia menolaknya, betapa rendah dan jeleknya manusia itu, bahkan Al-Qur’an menyebutnya lebih hina dari binatang.
Sebaliknya, bila ia menolaknya, betapa rendah dan jeleknya manusia itu, bahkan Al-Qur’an menyebutnya lebih hina dari binatang.
Allah SWT menjadikan keindahan ada dalam wanita meskipun pada
hakikatnya antara pria dan wanita sama di hadapan Allah SWT. Hanya saja, Allah
menjadikan keindahan itu ada pada wanita karena kelembutan, kasih sayang, dan
emosinya yang lebih daripada kaum pria. Betapa indahnya sang wanita jika
dihiasi dengan syariat Allah. Ia menjadi anak yang taat kepada Allah dan kedua
orang tuanya. Jika ia menikah, ia menjadi penyayang bagi suaminya. Jika ia
menjadi ibu, ia menyayangi dan mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin.
Dari wanita shalehah seperti inilah lahir pejuang-pejuang yang tangguh dan
pemimpin yang bijaksana. Perhatikan keadaan wanita pada masa Rasulullah saw.
dengan generasi salafus saleh sesudahnya. Mereka, kaum wanita itu, ada di balik
segala keberhasilan dan kecemerlangan peradaban Islam. Apakah wanita dewasa ini
bisa mengikuti jejak para pendahulunya? Marilah kita lihat kenyataannya.
Wanita dalam Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an terdapat 114 surah. Di dalamnya tidak ada
satu pun surah tentang pria (ar-rijal), tapi menariknya ada surah tentang
wanita (An-Nisaa’), bahkan lebih spesifik ada surah Maryam, meskipun dia bukan
nabi. Umar ra. memerintahkan kepada wanita untuk mempelajari surah An-Nuur
(cahaya) karena di dalamnya mengandung pelajaran bagi kaum wanita agar lebih
bercahaya. Keberadaan kaum wanita sama dengan kaum pria di hadapan Allah.
Allah SWT berfirman (yang artinya), “Maka, Rabb mereka
memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): ‘Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki
atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain
…’.” (Ali Imran, 3: 195).
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik …” (An-Nahl:
97).
Keberadaan wanita sebagaimana pria dalam kehidupan ini mengalami
ujian yang bermacam-macam. Namun, mereka harus tetap tegar dan shalehah seperti
yang dicontohkan Al-Qur’an dengan Asiyah, istri Fira’un yang sabar dalam
menghadapi ujian dari suaminya, atau seperti Maryam yang tabah menghadapi ujian
hidup tanpa suami. (Lihat At-Tahrim 11-12). Sebaliknya, jangan seperti istri
Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. yang berkhianat terhadap suaminya dan tidak
taat kepada Allah. (At-Tahriim: 10).
Wanita pada Masa Rasulullah
Rata-rata kaum wanita pada masa Rasulullah saw. tidak
ketinggalan ikut berlomba meraih kebaikan, meskipun mereka juga sibuk sebagai
ibu rumah tangga. Mereka ikut belajar dan bertanya kepada Rasulullah saw.
Wanita yang paling setia kepada Rasulullah adalah Khadijah yang
telah berkorban dengan jiwa dan hartanya. Kemudian Aisyah, yang banyak belajar
dari Rasulullah kemudian mengajarkannya kepada kaum wanita dan pria. Bahkan,
ada pendapat ulama yang mengatakan, seandainya ilmu seluruh wanita dikumpulkan
dibanding ilmu Aisyah, maka ilmu Aisyah akan lebih banyak. Begitulah Rasulullah
saw. memuji Aisyah.
Ada seorang wanita bernama Asma binti Sakan. Dia suka hadir
dalam pengajian Rasulullah saw. Pada suatu hari dia bertanya kepada
Rasulullah,”Ya Rasulullah saw., engkau diutus Allah kepada kaum pria dan
wanita, tapi mengapa banyak ajaran syariat lebih banyak untuk kaum pria? Kami
pun ingin seperti mereka. Kaum pria diwajibkan shalat Jum’at, sedangkan kami
tidak; mereka mengantar jenazah, sementara kami tidak; mereka diwajibkan
berjihad, sedangkan kami tidak. Bahkan, kami mengurusi rumah, harta, dan anak
mereka. Kami ingin seperti mereka. Maka, Rasulullah saw. menoleh kepada
sahabatnya sambil berkata, “Tidak pernah aku mendapat pertanyaan sebaik
pertanyaan wanita ini. Wahai Asma, sampaikan kepada seluruh wanita di
belakangmu, jika kalian berbakti kepada suami kalian dan bertanggung jawab
dalam keluarga kalian, maka kalian akan mendapatkan pahala yang diperoleh kaum
pria tadi.” (HR Ibnu Abdil Bar).
Dalam riwayat Imam Ahmad, Asma meriwayatkan bahwa suatu kali dia
berada dekat Rasulullah saw. Di sekitar Rasulullah berkumpullah kaum pria dan
juga kaum wanita. Maka beliau bersabda, “Bisa jadi ada orang laki-laki
bertanya tentang hubungan seseorang dengan istrinya atau seorang wanita
menceritakan hubungannya dengan sumianya.” Maka tak seorang pun yang
berani bicara, maka saya angkat suara. “Benar ya Rasulullah, ada pria atau
wanita yang suka menceritakan hal pribadi itu.” Rasulullah menimpali, “Jangan
kalian lakukan itu, karena itu jebakan syaitan seakan syaitan pria bertemu
dengan syaitan wanita, kemudian berselingkuh dan manusia pada melihatnya.”
Ada juga wanita yang tabah dalam kehidupan rumah tangga yang
serba pas-pasan tapi tidak pernah mengeluh seperti Asma’ binti Abi Bakar dan
Fatimah. Kutub Tarajim membenarkan cerita tentang Fatimah. “Suatu saat dia
tidak makan berhari-hari karena nggak ada makanan, sehingga suaminya, Ali bin
Abi Thalib, melihat mukanya pucat dan bertanya,”Mengapa engkau ini, wahai
Fatimah, kok kelihatan pucat?”
Dia menjawab,”Saya sudah tiga hari belum makan, karena tidak ada
makanan di rumah.”
Ali menimpali,”Mengapa engkau tidak bilang kepadaku?”
Dia menjawab,”Ayahku, Rasulullah saw., menasehatiku di malam
pengantin, jika Ali membawa makanan, maka makanlah. Bila tidak, maka kamu jangan
meminta.”
Luar biasa bukan?
Ada juga wanita yang diuji dengan penyakit, sehingga dia datang
kepada Rasulullah saw. meminta untuk didoakan. Atha’ bin Abi Rabah bercerita
bahwa Ibnu Abbas r.a. berkata kepadaku,”Maukah aku tunjukkan kepadamu wanita
surga?”
Aku menjawab,”Ya.”
Dia melanjutkan,”Ini wanita hitam yang datang ke Rasulullah saw.
mengadu, ‘Saya terserang epilepsi dan auratku terbuka, maka doakanlah saya.’
Rasulullah saw. bersabda, “Jika kamu sabar, itu lebih baik, kamu dapat
surga. Atau, kalau kamu mau, saya berdoa kepada Allah agar kamu sembuh.”
Wanita itu berkata,”Kalau begitu saya sabar, hanya saja auratku
suka tersingkap. Doakan supaya tidak tersingkap auratku.”
Maka, Rasulullah saw. mendoakannya.
Ada juga wanita yang ikut berperang seperti Nasibah binti Kaab
yang dikenal dengan Ummu Imarah. Dia becerita,”Pada Perang Uhud, sambil membawa
air aku keluar agak siang dan melihat para mujahidin, sampai aku menemukan
Rasulullah saw. Sementara, aku melihat pasukan Islam kocar-kacir. Maka, aku
mendekati Rasulullah sambil ikut berperang membentengi beliau dengan pedang dan
terkadang aku memanah. Aku pun terluka, tapi manakala Rasulullah saw. terpojok
dan Ibnu Qamiah ingin membunuhnya, aku membentengi beliau bersama Mush’ab bin
Umair. Aku berusaha memukul dia dengan pedangku, tapi dia memakai pelindung
besi dan dia dapat memukul pundakku sampai terluka. Rasulullah saw.
bercerita,”Setiap kali aku melihat kanan kiriku, kudapati Ummu Imarah
membentengiku pada Perang Uhud.” Begitu tangguhnya Ummu Imarah.
Ada juga Khansa yang merelakan empat anaknya mati syahid. Ia
berkata,”Alhamdulillah yang telah menjadikan anak-anakku mati syahid.”
Begitulah peranan wanita pada masa Rasulullah saw. Mereka
berpikir untuk akhiratnya, sedang wanita sekarang yang lebih banyak memikirkan
dunia, rumah tinggal, makanan, minuman, kendaraan, dan lain-lain.
Kaum Wanita paa Masa Berikutnya
Ketika Utsman bin Affan mengerahkan pasukan melawan
manuver-manuver Romawi, komandan diserahkan kepada Hubaib bin Maslamah
al-Fikir. Istri Hubaib termasuk pasukan yang akan berangkat perang. Sebelum
perang dimulai, Hubaib memeriksa kesiapan pasukan.
Tiba-tiba istrinya bertanya,”Di mana saya menjumpai Anda ketika
perang sedang berkecamuk?”
Dia menjawab,”Di kemah komandan Romawi atau di surga.”
Ketika perang sedang berkecamuk, Hubaib berperang dengan penuh
keberanian sampai mendapatkan kemenangan. Segera dia menuju ke kemah komandan
Romawi menunggui istrinya. Yang menakjubkan, saat Hubaib sampai ke tenda itu,
dia mendapatkan istrinya sudah mendahuluinya. Allahu Akbar.
Pada masa Dinasti Abbasiyah yang dipimipin oleh Harun al-Rasyid,
ada seorang Muslimah disandera oleh tentara Romawi. Maka, seorang ulama bernama
Al-Manshur bin Ammar mendorong umat Islam untuk berjihad di dekat istana Harun
al-Rasyid dan dia pun menyaksikan ceramahnya. Tiba-tiba ada kiriman bungkusan
disertai dengan surat. Surat itu lalu dibuka dan dibaca oleh ulama tadi dan
ternyata berasal dari seorang perempuan dan berbunyi,”Aku mendengar tentara
Romawi melecehkan wanita Muslimah dan engkau mendorong umat Islam untuk
berjihad, maka aku persembahkan yang paling berharga dalam diriku. Yaitu,
seuntai rambutku yang aku kirimkan dalam bungkusan itu. Dan, aku memohon agar
rambut itu dijadikan tali penarik kuda di jalan Allah agar aku dapat nantinya
dilihat Allah dan mendapatkan rahmatnya.” Maka, ulama itu menangis dan seluruh
hadirin ikut menangis. Harun al-Rasyid kemudian memutuskan mengirim pasukan
untuk membebaskan wanita Muslimah yang disandera itu.
Seorang istri Shaleh bin Yahya ditinggal suaminya dan hidup
bersama dua anaknya. Ia mendidik anak-anaknya dengan ibadah dan qiyamul lail
(shalat malam). Ketika anak-anaknya semakin besar, dia berkata,”Anak-anakku,
mulai malam ini tidak boleh satu malam pun yang terlewat di rumah ini tanpa ada
yang shalat qiyamullail.”
“Apa maksud ibu?” tanya mereka.
Ibu menjawab,”Begini, kita bagi malam menjadi tiga dan kita
masing-masing mendapat bagian sepertiga. Kalian berdua, dua pertiga, dan saya
sepertiga yang terakhir. Ketika waktu sudah mendekati subuh, saya akan
bangunkan kalian.”
Ternyata kebiasan ini berlanjut sampai ibu mereka meninggal. Dan
amalan itu tetap dilanjutkan oleh dua anak itu karena mereka sudah merasakan
nikmatnya qiyamullalil.
Wanita Dewasa Ini
Kalau kita perhatikan perkembangan wanita dewasa ini, memang
cukup mengkhawatirkan, meskipun di lain pihak masih banyak kaum wanita
berjilbab yang semarak. Bahkan, pengajian-pengajian justru dipenuhi oleh kaum
wanita. Tapi, melihat berbagai upaya musuh Islam untuk menghancurkan kaum hawa
dengan berbagai cara melalui media massa yang destruktif (merusak),
maka tantangannya semakin berat. Kalau tidak berbekal ilmu agama yang cukup dan
disertai semangat juang yang tinggi, niscaya wanita pada zaman sekarang sulit
untuk selamat. Bayangkan, kehidupan masyarakat di sekeliling kita sampai
pergaulan di tingkat nasional dan internasional sudah sangat bejat.
Kebejatan itu diliput dan disampaikan ke rumah-rumah kita melalui
saluran-saluran TV. Dan, yang tidak puas ditambah dengan VCD dan internet.
Sehingga, waktu untuk beribadah kepada Allah semakin terpinggirkan atau
tergeser oleh otak yang merekam semua adegan itu.
Sementara, penangkalnya relatif kecil, dengan cara tradisional
melalui pengajian minimal seminggu sekali. Maka, kita perlu kunci-kunci
keselamatan.
- Kunci
kebahagiaan adalah taat keada Allah dan Rasul-Nya.
- Kunci
surga adalah tauhid.
- Kunci
keimanan adalah berpikir tentang ayat-ayat Allah dan ciptaan-Nya.
- Kunci
kebaikan adalah kejujuran.
- Kunci
kehidupan hati adalah membaca dan mendalami Al-Qur’an serta menjauhi dosa.
- Kunci
rizki adalah berusaha sambil beristighfar dan bertakwa.
- Kunci
ilmu adalah pandai bertanya dan mendengar.
- Kunci
kemenangan adalah sabar.
- Kunci
kesuksesan adalah takwa.
- Kunci
tambah rizki adalah bersyukur.
- Kunci
sukses akhirat adalah zuhud terhadap dunia.