Powered by Blogger.

Kenapa sholat belom bisa Khusuk…???

Kenapa sholat belom bisa Khusuk…

Pertama, karena memang belum mengenal ALLAH kecuali sebatas Tuhan, belum mengenal Sifat, Af'al dan AsmaNYA, DIA yang menciptakan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, aku, tubuhku, mataku, telingaku, jantungku, istriku, anak-anakku, semua yang kulihat, semua yang kudengar, semua yang bergerak, semua yang berada di langit dan dibumi, semua dihidupkanNYA " Al Muhyi" dan semua akan dimatikanNYA "Al Mumiitu", semua tunduk dalam kehendak "Al Muriidu" dan kekuasaanNYA "Al Qodiiru", DIAlah yang mengatur semuanya "Ar Robbu", DIAlah yang mengusai sekaligus memiliki semuanya "Al Maaliku" (QS3:26-27). DIa Maha Menatap "Al Bashiiru" tahu persis hati, pikiran dan lintasan pikiran kita dan DIA Maha Mendengar "As Samiiu'" mendengar gesekan daun, langkah semut dan rintihan hati hambaNYA, Lantas sadarkah kita bahwa DIA YANG SEGALA GALANYA yang kita hadapi dalam sholat selama ini?, Bisakah hati dan pikiran kita lari saat sholat sementara DIA MENATAP hati pikiran kita? Kalau begitu kok bisa ma'siyat sementara DIA TERUS MENERUS MEMPERHATIKAN kita?

Kedua, karena belum faham bacaan, makna, hikmah, keutamaan, syarat dan rukun sholat, maka jadilah "sukaaro" sholat mabuk alias sholat tanpa rasa, tanpa pemahaman, tanpa penghayatan, tanpa keyaqinan, kosong, hampa, seakan robot jasad tanpa ruh, "alkusaala" malah terasa beban, buru buru pengen cepat selesanya, kebiasaannya menunda nunda waktunya, gerak sholatnya cepat seperti ayam matok. surah dan bacaan sholatpun komai kamit. Sahabatku, simaklah Kalam ALLAH ini, "...JANGANLAH KALIAN MENEGAKKAN SHOLAT, SEDANGKAN KALIAN DALAM KEADAAN MABUK, SAMPAI KALIAN BENAR BENAR FAHAM APA APA YANG KALIAN BACA DALAM SHOLAT KALIAN" (QS4:43). Lihat orang mabuk berkata berbuat tetapi tidak sadar apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat, lihat orang sholat berdiri, bertakbir, baca ayat, ruku', sujud, tahiyyat dan salam, tetapi tidak sadar bahwa ia sedang berdiri, ruku' sujud menghadap PENCINTA LANGIT dan BUMI...tidak sadar bahwa ia sedang berdialog dengan PENCIPTA DIRINYA, YANG MAHA MENENTUKAN SEGALA GALANYA!

Ketiga, karena tidak sadar bahwa sholat itu adalah "Almuhadatsah bainal makhluqi wa Khooliqi" dialog hamba kepada Kholiqnya, "Apabila salah seorang dari kalian sholat, sebenarnya ia sedang berkomukasi dengan ALLAH" (HR Bukhori Muslim). Coba perhatikan dari adzan, panggilan waktu menghadapNYA, yang dipanggilpun yang berSYAHADAT, "Asyhaaduallaa ilaaha illallah wa ashhadu anna Muhammadar Rasulullah", yang tidak beriman tidak dipanggil, karena itulah Rasulullah mengingatkan, "Yang membedakan kita dengan orang kafir adalah sholat, maka siapa dengan SENGAJA MENINGGALKAN SHOLAT maka sungguh ia sudah BERPERANGAI seperti orang kafir". Menutup aurat karena memang menghadapNYA, menghadap qiblat karena memang fokus jasad ruh, hati pikiran kepadaNYA, apalagi berjamaah jadi rapi shof, dan seluruh duniapun satu arah qiblat, lalu bersuci karena memang menghadap MAHA SUCI, lalu berdiri tegap, takbir, membaca ifitah "inn wajjahtu wajhiyalilldzi fathoros samaawati wal ardho" hamba datang menghadapMU duhai PENCIPTA LANGIT dan bumi, tunduk patuh taat padaMU...inilah diantara komunikasi sholat yang belum difahami, lantas bagaimana khusyu' tanpa kesadaran ini?

Keempat, karena sedikit kita yang faham bahwa dalam sholat Ta'kala membaca Alfatihah terjadi dialog hamba dengan RABBnya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, "Barang siapa membaca surat al-Fatihah, setiap ayat yang dibaca itu langsung dijawab oleh ALLAH", lalu Rasulullah menyampaikan ketika seorang hamba berkata, ''Segala puji bagi ALLAH, TUHAN seru sekalian alam". ALLAH menjawab, "Hamba-KU telah memuji-KU". Seorang hamba berkata, ''Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang". ALLAH menjawab, "Hamba-KU memuji-KU". Seorang hamba berkata, ''RAJA di Hari Pengadilan". ALLAH menjawab, "Hamba-KU mengagungkan Diri-KU. Hamba-KU berserah diri kepada-KU". Seorang hamba berkata, ''Hanya ENGKAUlah yang kami sembah, dan hanya kepada-MU kami memohon pertolongan". ALLAH menjawab, "Inilah pertengahan antara AKU dan hamba-KU, dan bagi hamba-KU apa yang dia minta AKU berikan". Seorang hamba berkata, ''Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan yang telah ENGKAU anugerahkan kepada mrk, bukan mrk yang kena murka dan bukan mrk yang sesat.'' ALLAH menjawab, "Ini milik hamba-KU, dan bagi hamba-KU apa yang dia minta AKU berikan". (Hadist Qudsi, HR Muslim). Karena itu sahabatku, mulailah bacanya pelan2 dengan kesadaran dan keyaqinan "THUMA'NINAH", sungguh ALLAH menjawab setiap ayat yang kita baca.

Kelima, karena "hubbub dunya" sangat mencintai dunia, "the money is the first and the final of life, no money no happy" sehingga hati pikirannya selalu dipenuhi oleh segala sesuatu yang bersifat duniawi, duit, dolar, makan minum, keluarga, target2 bisnis, masalah2, berkhayal dan sebagainya, dan itulah yang di ingat ingat dalam sholat, sampai apa yang disebut oleh Rasulullah, "hatta yansa kam rok atan laka" sampai ia lupa sudah BERAPA RAKAAT IA SUDAH SHOLAT", maka tidak heran saat sholat yang semestinya hati pikirannya fokus dalam sholat malah ingat dunia. Sahabatku, simaklah Kalam ALLAH surah Al Maa'uun ayat 4 dan 5, "CELAKALAH orang2 yang mengerjakan sholat yang HATI PIKIRANNYA LALAI kepada ALLAH". Lalai hatinya karena dunia "ball tu'tsiruunal hayaatad dunya" (QS 87:16). Karena itu sadarilah hidup kita tidak lama di dunia yang fana ini, sholatlah seakan sholat terakhir hidup, simaklah sabda Rasulullah, "Bila engkau melakukan sholat maka sholatlah kamu, seperti orang yang akan meninggalkan alam fana" (HR Ibnu Majah dan Imam Ahmad).

Keenam, karena makan minum yang haram, baik secara zat "lizaatihi" seperti, anjing, babi, alkohol, narkoba dan sebagainya, atau cara mencarinya dengan cara haram, "linailihi", walaupun halal zatnya seperti makan tempe tahu halal tetapi karena cara mencarinya dengan berdusta, menipu, sumpah palsu, terima sogokan, korupsi dan sebagainya, maka tetap haram, seakan ia makan Tempe tahu tetapi sebenarnya ia makan anjing dan babi, itulah yang disebut "rijsun min amalisy syaithon". Najis karena amalnya, atau "roddudzdzakaat" karena menolak zakat, maka hartanya bercampur dengan hak faqir miskin, kotorlah hartanya. Semuanya menjadi hijab hati dan hijab hubungan kepada ALLAH, walhasil sholatnyapun tidak diterima, ALLAH "SUBBUUHUN" MAHA SUCI hanya menerima yang suci. Ingat komentar Rasul pd orang yang menangis ta'kala berdoa, "hampir saja aku mengira doanya diijabah ALLAH, namun Jibril memberitahuku bahwa orang itu suka menipu, lantas bagaimana ALLAH menjawab si penipu, pakaian dan makanannya dari hasil menzholimi orang lain?" SADARILAH saat sholat kita BERHADAPAN ZAT YANG MAHA SUCI!

Ketujuh, karena sholatnya masih disertai "Al fahsyau" berbuat ma' siyat seperti berdusta, mabuk, buka aurat, berjudi, berzina, dari zina mata melihat yang porno, tangan meraba, pikiran berkhayal sampai zina kemaluan, "adzdzunuubu kaafilatul quluubi" dosa dosa ma'siyat itu menjadi "cover" penutup hati, Alwaqi, guru imam Syafii' berkata, "nurullahi la yuhda lil a'shi", sungguh cahaya NUR HIDAYAH ALLAH tidak akan masuk pada hati yang tertutup gelap karena ma'siyat. Inilah kebanyakan yang terjadi pada "tukang sholat" bukan "Penegak Sholat", STMJ sholat rajin ma'siyat tekun, ritual rutinitas tanpa disertai amal yang berkwalitas, hasilnya lagi lagi kosong, tidak ada "atsar" pengaruh, ini sekaligus menjadi jawaban mengapa ada orang sholat tetapi sulit khusyu'...ya bagaimana khusyu' ma'siyat terus sich!. Imam Ghazali berkata, "Sungguh, sekali dusta sudah cukup membuat sholatnya terhijab kepada RABBnya".

Kedelapan, karena sholatnya disertai "al mungkar", berbuat zholim, menganiaya, menipu, menggunjing, memfitnah, merendahkan orang lain, menghina, memukul apalagi sampai membunuh orang lain. Ini pun menjadi HIJAB BESAR, karena ALLAH hanya menerima ibadah yang membuat hamba itu MENGHINAKAN DIRI dihadapanNYA dan yang MEMBUAT dirinya BERAHKLAK MULIA kepada MAHLUKNYA. Cukup sholat itu akan dianggap dusta kalau tidak memperhatikan yatim piatu dan faqir miskin (QS 107:1-3). "Cuek, masa bodoh, pelit, emangnya gue pikiran"dan sebagainya sudah cukup dianggap pendusta sholat, pendusta agama apalagi sampai berbuat aniaya, dan ini semua bukan akhlak hamba ALLAH yang sholat, orang sholat itu belas kasih, santun, pemaaf, murah senyum, dermawan dan rendah hati.

Kesembilan, karena "Ath thobiah assayyiah" masih punya sifat tabiat buruk seperti sombong, diam diam merendahkan orang lain, dengki, dendam, pemarah, buruk sangka, riya, sum'ah, ujub bangga diri dan sebagainya. Sehingga sholatnya tidak membawa pengaruh apa apa bahkan bisa jadi sholatnya menjadi fitnah karena ia melakukan bukan karena ALLAH, tetapi "Yurounnaas" riya, karena ingin pujian dan perhatian manusia (QS 107:6) atau diam diam saat sholat karena diangkat sbg imam atau pandai ilmu atau bacaannya sangat bagus atau karena rajinnya sholat ia bangga diri, dalam hatinya, "tidak ada orang lebih pantas menjadi imam selain aku", "tidak ada orang sealim aku di musholla ini", "tidak ada suara sebagus bacaanku" dst. Inilah yang disebut ujub, "innama yataqobbALLAH minal mutawadhiin" ALLAH hanya menerima hamba yang benar-benar lurus niatnya disertai penuh kerendahan diri dihadapanNYA, SUBHANALLAH.

Kesepuluh, karena "goirul isti'daadi" tidak mempersiapkan diri secara maksimal menghadap ALLAH, seperti pakaian kurang bersih, kurang rapi padahal ada pakaian bersih dan rapi, mukena yang bau apek atau badan yang masih kotor padahal masih bisa membersihkan, atau tempat ibadah kurang bersih, atau dengan sengaja mengulur ulur waktu sholat, Imam Ghazali berkata, "Siapa dengan sengaja mengulur waktu sholat tanpa alasan yang dibenarkan Syar'i maka sungguh setengah kekhusyuan telah hilang dari sholatnya", berarti orang yang memperhatikan sholat diawal waktu itu sungguh telah meraih setengah kekhusyuan. Kemudian membiarkan diri tidak faham sholat dengan tidak mau meningkatkannya untuk belajar, akhirnya sholat hanya sekedarnya maka hasilnyapun sekedarnya, tidak heran sholatnya tidak berpengaruh dalam kesehariannya. Sahabatku, tentu beda hasilnya mrk yang sungguh2 belajar dan mempersiapkan diri u sholat dengan yang sekedarnya, atau malas sholat, sahabatku.

Kesebelas, karena "hubbul mubaahah wal karoohah" membiasakan bersenang senang dengan yang mubah dan yang makruh, seperti berlama lama nongkrong depan Tv, berlama lama nonton film, berlama lama dengar musik, asyik dengan hobby, seperti berjam jam main FB, catur, mancing, banyak bicara yang tidak perlu, kuat sekali merokoknya bahkan sudah nyandu, makan terlalu kenyang, terlalu banyak bercanda dan tertawa, terlalu lama tidur dan sebagainya, hal hal inilah yang membuat hati lupa dan lalai pada ALLAH, kalau dibiarkan terus hati keras maka semakin sulit merasakan kekhusyuan. Cobalah sahabatku, 3 hari saja tidak menonton TV, sibukkan diri dengan khatam Alqur'an, tidak bicara kecuali yang penting dengan tetap menjaga kesantunan, niscaya akan merasakan SUASANA BERBEDA, lebih nikmat beribadah, karena kekhusyuan itu berangkat dari hati yang lembut, bersih dan terjaga. "Sungguh beruntunglah orang-orang beriman yang selalu menjaga KESUCIAN HATInya dengan ZIKIR dan SHOLAT (QS 87:14-15),


belajar Tauhid

( Seri-1 )
Muqaddimah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Segala puji hanya milik Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para shahabat.
Saat ini kita akan bersama-sama mengkaji tauhid dan materi pertama yang akan kita bahas adalah berkenaan dengan muqaddimah yang sangat penting, yang mana dari muqaddimah ini kita akan mengetahui betapa besar kedudukan tauhid dibandingkan dengan amal-amal yang lainnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan dalam surat Adz Dzaariyaat: 56 :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku”
Jadi tujuan kita diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan hidup di dunia ini adalah dalam rangka mengabdi kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala bukan mengabdi kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kita sebagai hamba Allah, tentu kita adalah abdi bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan kita hanya menghambakan diri dan mengabdikan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Saya ulangi… tujuan kita di dunia ini bukan apa-apa, tapi untuk mengabdi “liya’ buduun” kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Adapun bumi dan isinya beserta semua pernak-perniknya Allah ciptakan untuk bekal kehidupan kita. Allah Ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Baqarah [2]: 29)
Jadi, bumi dan segala isinya, baik yang ada di perut bumi ini dan di atas bumi ini semuanya Allah ciptakan buat kita, sedangkan kita diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk mengabdi kepada-Nya… maka amat sangat keliru bila orang sibuk mengorbankan agama, mengorbankan pengabdiannya kepada Allah dalam rangka mencapai kehidupan dunia yang sesaat, padahal itu adalah bekal dalam hidup mengabdi mencapai ridha Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Banyak sekali manusia mengorbankan tauhidnya, mengorbankan diennya untuk mendapatkan materi, mendapatkan uang, makanan, atau harta benda lainnya dari dunia yang fana ini padahal Allah Subhanahu Wa Ta’alasangat menghati-hatikannya:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaithan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah”(QS. Faathir [35]: 5)
Jadi, kalau orang lupa kepada tujuan hidup yaitu pengabdian kepada Allah dan ia malah menjadi hamba atau abdi bagi selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala berarti dia telah terpedaya dengan kehidupan dunia, dia terpedaya oleh syaitan dan dia lupa akan tujuan hidup yang sebenarnya.
Saya ulangi, kita diciptakan untuk mengabdi kepada Allah, untuk beribadah kepada Allah, akan tetapi dikarenakan kita -manusia- ini terbatas kemampuan akalnya, Allah menciptakan manusia ini sebagai makhluq yang bodoh lagi dhalim. Manusia tidak bisa mengabdi sebenar-benarnya kepada Allah dengan sendirinya tanpa ada bimbingan, maka dari itu AllahSubhanahu Wa Ta’ala mengutus para Rasul-Nya sebagai pembimbing manusia. Allah juga mengetahui bahwa Rasul-Rasul itu tidak akan hidup abadi di tengah umatnya… Mereka pasti meninggal dunia, maka Allah menurunkan Kitab-Nya sebagai pedoman yang harus dipegang oleh orang-orang yang mengikuti para Rasul tersebut.
Jadi Rasul adalah pembimbing dan kitab adalah pedoman hidup, bila kita ingin mencapai kepada Allah, maka kita harus mengikuti apa yang dituntunkan oleh Rasul dan mengikuti pedoman yang telah Allah turunkan, yang mana pedoman ini adalah tali Allah yang Dia ulurkan ke dunia, barangsiapa memegang tali Allah ini (tali Allah adalah pedoman Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya) maka akan sampai kepada ridha Allah, tapi kalau memegang kitab-kitab yang lainnya yang tidak ada dasar dari Allah yaitu kitab-kitab yang diulurkan oleh syaitan dari neraka, berupa ajaran selain Kitabullah atau selain ajaran Rasul-Nya, maka kitab tersebut akan menghantarkan ke dasar api neraka. Berbeda jika orang memegang Al-Qur’an -tali yang diturunkan Allah ke dunia- maka akan sampai kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jadi disini, Rasul diutus sebagai pembimbing.
Apakah inti dakwah para Rasul? Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An Nahl [16]: 36).
Ayat ini secara tegas dan jelas menjelaskan bahwa semua Rasul diutus oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan yang pertama kali mereka ucapkan kepada kaumnya dan ini diucapkan oleh para Rasul terhadap umatnya termasuk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam adalah Ibadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thaghut”
Dalam ayat lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.(QS. Al-Anbiyaa [21]:25)
Jadi bagi semua Rasul, yang pertama Allah wahyukan kepada mereka adalah Laa ilaaha illallaah, dan Laa ilaaha illallaah ini yang disampaikan oleh para Rasul dalam ayat ke-36 Surat An-Nahl tadi (“Ibadahlah kalian kepada Allah dan Jauhilah thaghut”) Jika kedua ayat tersebut digabungkan, maka maknanya adalah: ibadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thaghutLaa ilaaha maknanya: Jauhilah thaghut dan illallaah maknanya ibadah kalian kepada Allah.
Ajaran Tauhid (Laa ilaaha illallaah) ini disepakati oleh semua Rasul, dari Rasul pertama sampai Rasul terakhir, jadi ajaran para Rasul dalam masalah tauhid adalah sama, perintah untuk hanya beribadah kepada Allah dan menjauhi thaghut.
Apakah thaghut itu…? Sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta’alamemerintahkan kita untuk menjauhi thaghut. Apakah kita tahu apa thaghut itu? Bagaimana kita menjauhi thaghut?. Keimanan seseorang kepada Allah tidak akan bermanfaat tanpa menjauhi thaghut, karena Laa ilaaha illallaah itu mempunyai dua rukun:yang pertama: Laa ilaaha yang berarti jauhi thaghut, sedangkan yang kedua illallaah (kecuali Allah) maksudnya ibadahlah kalian hanya kepada Allah. Salah satunya tidak bisa berdiri tanpa yang lainnya.
Orang yang menjauhi thaghut tapi tidak beriman kepada Allah, maka tidak bermanfaat, begitu juga orang yang iman kepada Allah tapi tidak menjauhi thaghut maka keimanan kepada Allah tersebut tidak akan bermanfaat, akan tetapi harus digabungkan: “Ibadah kepada Allah dan menjauhi thaghut”.
Jadi semua dakwah para Rasul adalah sama dalam masalah Laa ilaaha illallaah, yaitu ibadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thaghut. AllahTa’ala berfirman:
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا
“Barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia berpegang (teguh) pada buhul tali yang sangat kuat yang tidak akan putus” (QS. Al-Baqarah [2]: 256)
Buhul tali yang sangat kokoh ini adalah Laa ilaaha illallaah, tadi telah saya utarakan…
Itulah tali yang Allah ulurkan ke dunia ini, barangsiapa yang kafir terhadap thaghut atau bahasa lainnya dalam surat An-Nahl 36: “menjauhi thaghut dan beriman kepada Allah (beribadahlah kepada Allah)” maka orang tersebut telah memegang buhul tali yang amat kokoh yaitu Laa ilaaha illallaah yang dijelaskan dalam surat Al-Anbiyaa: 25. Jadi maknanya: Siapa yang kafir terhadap thaghut dan iman kepada Allah, maka orang tersebut telah memegang Laa ilaaha illallaah, artinya kalau orang tidak kafir terhadap thaghut walaupun ia beriman kepada Allah, maka dia itu belum memegang Laa ilaaha illallaah meskipun ia mengucapkannya dan walaupun ia mengakuinya.
Jadi orang yang kafir terhadap thaghut dan iman kepada Allah disebut orang yang telah memegang Al ‘Urwah Al Wutsqa, Al-‘Urwah adalah ikatan dan Al-Wutsqa adalah yang amat kokoh dan ikatan yang amat kokoh ini adalah tauhid (Laa ilaha illallaah) karena ikatan tersebut tidak akan putus.
Allah mensyaratkan bagi seseorang agar dapat dikatakan memegang Laa ilaaha illallaah adalah dengan dua hal: Iman kepada Allah dan kafir terhadap thaghut atau menjauhi thaghut dan ibadah hanya kepada Allah. Sedangkan kita mengetahui bahwa rukun islam yang paling pertama adalah Laa ilaaha illallaah. Dalam hadits Al Bukhariy dan Muslim yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma, Rasulullahshallallahu’alaihi wa sallam mengatakan: “Islam dibangun atas lima hal, yang pertama adalah syahadatain Laa ilaha illallaah wa ana Muhammad Rasulullah...”. Dan kita juga mengetahui bahwa orang dikatakan telah masuk Islam adalah apabila berkomitmen dengan Laa ilaaha illallaah.
Kunci masuk Islam adalah Laa ilaaha illallaah sebagaimana kunci masuk surga adalah Laa ilaaha illallaah. Maksudnya adalah bukan sekedar mengucapkan, akan tetapi komitmen dengan makna kandungannya yaitu kafir terhadap thaghut atau menjauhi thaghut dan iman atau ibadah hanya kepada Allah artinya: Apabila orang tidak merealisasikan Laa ilaaha illallaah maka orang tersebut belum memiliki kunci keislaman yaitu pengamalan akan Laa ilaaha illallaah.
Oleh karena itu para ‘ulama seperti: Syaikh Sulaiman Ibnu ‘Abdillah Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam kitab beliauTaisir Al ’Aziz Al Hamid: “Sekedar mengucapkan Laa ilaaha illallaah tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan konsekuensinya berupa komitmen dengan tauhid, meninggalkan segala bentuk syirik akbar dan kafir terhadap thaghut maka pengucapan Laa ilaaha illallaah-nya tersebut tidak bermanfaat berdasarkan ijma para ulama”.
Jadi hal itu tidak bermanfaat walaupun mengucapkannya beratus-ratus kali atau beribu-ribu kali dalam setiap hari, apabila tidak memahami maknanya dan tanpa komitmen dengan kandungannya, maka itu tidaklah bermanfaat berdasarkan ijma’ para ulama.
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelumnya telah menjelaskan dalam hadits Muslim yang disebutkan dalam shahihnya yaitu Dari Abu Malik Al-Asyja’i, beliau bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan ia kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah -maksudnya kafir terhadap Thaghut- maka haram darah dan hartanya”. Di sini Allah Subhanahu Wa Ta’alamenetapkan keharaman darah dan harta, maksudnya orang dikatakan berstatus muslim yang haram harta dan darahnya, jika ia mengucapkanLaa ilaaha illallaah dan kafir terhadap thaghut. Jadi sekedar mengucapkannya adalah tidak bermanfaat dan orangnya belum masuk ke dalam Al-Islam, bila tidak kafir kepada thaghut.
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam kitab beliau Thariqul Hijratain wa Babus Sa’adatain: “Islam itu adalah mentauhidkan Allah dan ibadah hanya kepada Allah saja tidak ada satupun sekutu bagi-Nya, iman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengikuti apa yang dibawa oleh Rasul, dan barangsiapa tidak membawa hal ini, maka ia bukan muslim”. Karena ia belum memegang Laa ilaaha illallaah.
Jadi Laa ilaaha illallaah itu memiliki makna dan memiliki kandungan serta memiliki konsekuensi yang di antaranya adalah kafir terhadap thaghut atau menjauhi thaghut.
Allah memerintahkan kita untuk menjauhi thaghut, maka tak mungkin Allah tidak memberikan penjelasan tentang thaghut… itu mustahil, jika shalat saja yang Allah fardhukan 10 tahun setelah kerasulan (Nabi Muhammadshallallhu’alaihi wa sallam diangkat menjadi Rasul,ed) dijelaskan dalam sunnahnya secara terperinci oleh Rasul-Nya, maka apalagi thaghut yang mana Allah perintahkan semenjak awal Rasul diutus untuk mengatakan: “jauhi thaghut…!” tentulah Allah menjelaskan secara terperinci dalam Al-Qur’an, dan Allah pasti menjabarkan bagaimana tata cara kafir terhadap thaghut…
Kita tanya diri kita, apakah saya sudah tahu apa itu thaghut? atau apakah justru saya mendekati thaghut? atau malah saya iman kepada thaghut? atau malah saya loyal kepada thaghut? Semua jawaban ada pada diri kita sendiri, maka dari itu hal ini mengharuskan kita untuk mengetahuinya.
Apabila kita paham bahwa keislaman seseorang atau dengan kata lain seseorang tidak dikatakan muslim, tidak dikatakan mukmin adalah kecuali kalau kafir terhadap thaghut dan iman kepada Allah, maka selanjutnya… sebelum kita mengupas lebih banyak apa maknanya, maka terlebih dahulu harus kita ingat bahwa segala amal ibadah; baik itu shalat, zakat, shaum, haji, i’tikaf, shalat tarawih dan yang lainnya tidak akan Allah terima, tidak akan Allah balas kalau orangnya belum muslim, belum mukmin. Maksudnya di sini adalah muslim… mukmin yang sebenarnya -bukan pengakuan saja-, yaitu muslim yang merealisasikan Laa ilaaha illallaah karena para ulama menjelaskan dari uraian-uraian yang tadi mereka mengatakan: “Para ulama sepakat, bahwa orang yang memalingkan satu macam ibadah kepada selain Allah, maka dia itu orang musyrik walaupun dia shalat, zakat, shaum, mengaku muslim dan mengucapkan Laa ilaaha illallaah” (Lihat Ibthal At Tandid).
Allah hanya akan menerima amal shalih yang dilakukan seseorang dengan syarat orang tersebut merealisasikan Laa ilaaha illallaah (kafir terhadap thaghut dan iman kepada Allah), karena orang tidak dikatakan muslim dan tidak dikatakan mukmin kecuali kalau kafir terhadap thaghut dan iman kepada Allah atau merealisasikan Laa ilaaha illallaah.
Mari kita ambil beberapa ayat yang menerangkan bahwa amal shalih tidak akan Allah balas kalau orangnya (pelakunya) tidak kafir terhadap thaghut.
1.     Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
“Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia itu mukimin, maka mereka itu akan masuk surga dan mereka tidak dizhalimi sedikitpun” (QS. An-Nisa [4]: 124).
Perhatikanlah ayat “dia itu mukmin”, sedangkan orang tidak dikatakan mukmin, kecuali orang tersebut kafir terhadap thaghut, karena -seperti yang sudah dijelaskan- pintu masuk Islam adalah Laa ilaaha illallaah dan maknanya adalah kafir terhadap thaghut dan iman kepada Allah.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah akan memberikan balasan surga dan tidak sedikitpun mengurangi amal shalih yang dilakukan seseorang baik itu laki-laki ataupun perempuan dengan syarat dia mukmin, sedangkan orang yang melakukan shalat, zakat, shaum, haji, jihad dan yang lainnya namun dia ternyata tawalliy kepada thaghut atau masih melakukan kemusyrikan atau yang lainnya yang melanggar Laa ilaaha illallaah, maka balasan tadi tidak akan diberikan karena Allah mengatakan “sedang dia itu mukmin”sebagai syaratnya.
 2. Allah Ta’ala berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia itu mukmin, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. An-Nahl [16]: 97)
Amal shalih yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan akan ada balasannya dari Allah, akan tetapi ada syaratnya yaitu: “sedang dia itu mukmin”. Orang mukmin yaitu yang merealisasikan keimanan yang intinya ada dalam makna kandungan Laa ilaaha illallaah (kafir terhadap thaghut dan iman kepada Allah)
Dua ayat di atas sama, semuanya tentang amal shalih, ada balasan di ujungnya, sedang di tengahnya ada syarat: “sedang dia itu mukmin”.
3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلا يَخَافُ ظُلْمًا وَلا هَضْمًا
“Dan barangsiapa mengerjakan kebajikan sedang dia itu mukmin, maka dia tidak khawatir akan perlakuan zhalim terhadapnya dan tidak (pula khawatir) akan pengurangan haknya”. (QS. Thaha [20]: 112)
Orang yang melakukan amal shalih tidak akan dizhalimi oleh Allah, dan tidak akan dikurangi pahalanya tapi ada syaratnya: “sedang dia itu mukmin”orangnya mukmin, orangnya (pelakunya) itu kafir terhadap thaghut atau menjauhi thaghut dan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.Sebaliknya jika orang melakukan amal shalih, tapi tidak menjauhi thaghut maka amalnya tidak akan diberikan balasan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
4. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِ وَإِنَّا لَهُ كَاتِبُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan sedang dia itu mukmin, maka usahanya tidak akan diingkari (sia-sia) dan sungguh Kami akan mencatat untuknya” (QS. Al-Anbiyaa [21]: 94)
Amal shalih yang dilakukan seseorang akan dicatat oleh Allah ‘Azza Wa Jalla dan tidak akan diingkari-Nya dengan syarat: “sedang dia itu mukmin”.Berarti kalau seseorang melakukan amal shalih akan tetapi belum merealisasikan ”kafir terhadap thaghut dan iman kepada Allah” (Laa ilaha illallaah) maka tidak akan dicatat oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
5. Allah Tabaraka Wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Barangsiappa mengerjakan kebajikan baik laki-laki maupun perempuan sedang dia itu mukmin maka mereka akan masuk surga, merea diberi rizqi di dalamnya tanpa batas”. (QS Al Mu’min [40]: 40)
Ada balasan surga dan ada balasan terhadap amal shalih yang dilakukan oleh setiap individu insan dengan syarat: “Sedang ia itu mukmin”
6. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا
“Barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang dia itu mukmin, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik. (QS. Al Isra [17]: 19)
Amal shalih yang dilakukan seseorang akan dibalas oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan syarat: “sedang dia itu mukmin
7. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ الصَّالِحَاتِ فَأُولَئِكَ لَهُمُ الدَّرَجَاتُ الْعُلَى
“Barangsiapa datang kepada-Nya dalam keadaan beriman dan telah mengerjakan kebajikan, maka mereka itulah orang yang memperoleh derajat yang tinggi” (QS. Thaahaa [20]: 75)
Allah janjikan surga atas amal shalih yang dilakukan seseorang dengan syarat dia itu mukmin. Dia iman kepada Allah dan kufur kepada thaghut.
Semua ayat-ayat di atas dengan jelas dan tegas menjelaskan bahwa sekedar orang shalat, zakat, haji dan yang lainnya belum tentu dia itu muslim kalau dia belum merealisasikan Laa ilaaha illallaah.
Dan yang harus diperhatikan adalah bahwa ajaran yang paling pokok di dalam Islam ini dan yang paling nikmat adalah bila seseorang telah mendapatkan karunia-Nya adalah ketika dia memahami dan bisa mengamalkan kandungan Laa ilaaha illallaah.
Ketika Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam mendakwahkan Laa ilaaha illallaah, sebelum diangkat menjadi Rasul yang mana digelari oleh masyarakat sekitarnya sebagai Al-Amin (orang yang jujur lagi terpercaya), tetapi ketika mendakwahkan Laa ilaaha illallaah maka gelar itu berubah menjadi: “Tukang sihir lagi pendusta” (QS. Shaad: 4), berubah menjadi: “Penya’ir Gila” (QS. Ash Shaaffat: 36), dan dalam ayat yang lain dikatakan “sesat”Semua perubahan ini terjadi karena mengamalkan Laa ilaaha illallaah.
Tidak mungkin orang sekedar mengucapkan Laa ilaaha illallaah langsung dikatakan: gila, pendusta, penya’ir gila… melainkan ketika mengamalkan konsekuensi Laa ilaaha illallaah.
Rasulullah dilempari, dicekik, Bilal disiksa, Sumayyah dibunuh, Yasir dibunuh, Ammar disiksa dan karena mendapat intimidasi yang dahsyat, maka para shahabat yang lainnya diizinkan hijrah ke Habasyah (Ethiopia), meninggalkan kampung halaman, rumah, harta benda, mengarungi padang pasir yang luas dan mengarungi lautan yang jauh untuk menyeberang ke Benua Afrika, karena apa…? Karena mempertahankan Laa ilaaha illallaah.
Andaikata Laa ilaha illallaah itu hanya sekedar mengucapkan tanpa ada konsekuensi logis yang dituntut oleh kalimat tersebut pada realita kehidupan, maka tidak mungkin terjadi apa yang menimpa mereka.
Sekarang misalnya kita mengucapkan Laa ilaaha illallaah di hadapan thaghut maka kita tidak akan diapa-apakan. Akan tetapi ketika mengamalkan kandungan Laa ilaaha illallaah maka akan terjadi apa yang (mesti) terjadi berupa: orang-orang menggunjing, orang-orang menjauhi dan mencela kita, dan bahkan thaghut mengejar dan memenjarakan itulah yang terjadi ketika kita mengamalkan konsekuensinya.
Nabi Nuh ‘alaihissalam ketika mendakwahkan Laa ilaaha illallaahmemakan waktu yang sangat lama, karena beratnya sehingga kaumnya menolak:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلا خَمْسِينَ عَامًا
Dan sungguh kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun” (QS. Al-Ankabuut [29]: 14).
Nabi Nuh ‘alaihissalam dalam waktu sekian lama hanya mempunyai pengikut sebanyak 40 orang -sebagaimana yang dikatakan sebagian ulama- disebabkan beratnya kandungan Laa ilaaha illallaah.
Sekarang, shalat tidak dilarang di manapun, baik orang kafir ashliy atau orang kafir murtad atau thaghut tidak melarang shalat, bahkan shalat dianjurkan, shaum bagi mereka adalah penghematan, haji bagi mereka menambah pendapatan negara, akan tetapi… ketika mengamalkan kandungan Laa ilaaha illallaah, maka yang ada adalah: penyiksaan, intimidasi, penjara, pembunuhan dan yang lainnya… Itu semua adalah ketika Laa ilaaha illallaah dipegang.
Kita sering mendengar bahwa nikmat yang paling agung adalah nikmat iman dan islam, hal itu adalah Laa ilaaha illallaah, namun bukan hanya sekedar ucapan tanpa mengetahui maknanya. Jika orang tidak memahami hakikat Laa ilaaha illallaah dan tidak mengamalkannya, maka ia tidak mungkin merasakan nikmat itu, akan tetapi di sini apabila orang memahaminya, mengamalkannya ~walaupun harus meninggalkan harta dunia atau materi atau apa saja yang ia miliki~ apabila dia sudah merasakan nikmat Laa ilaaha illallaah, maka ia akan berani meninggalkan semuanya demi meraih ridha Allah… meraih surga dan selamat dari api neraka.
Sebaliknya, orang yang melakukan amal shalih, sedangkan ia tidak merealisasikan makna Laa ilaaha illallaah, masih berlumuran dengan kemusyirikan, kekafiran, kethaghutan dan yang lainnya, maka nestapa yang akan dirasakannya adalah sebagaimana yang Allah gambarkan dalam firman-Nya tentang orang-orang yang melakukan amal shalih sedangkan dia belum merealisasikan Laa ilaaha illallaah yaitu:
Firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan Kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan” (QS. Al-Furqan [25]: 23)
Jadi tidak ada artinya alias hilang… shalatnya, zakatnya, shaumnya, hajinya, berbuat baiknya kepada tetangga, perbuatan baiknya kepada orang tuanya, dan kebaikan-kebaikan lainnya, maka semuanya hilang lenyap karena kemusyrikan. Amal shalih hanya akan diterima oleh Allah dengan syarat “sedang dia itu mukmin” yaitu komitmen dengan Laa ilaaha illallaah, orangnya muwahhid (bertauhid).
Firman-Nya yang menggambarkan tentang realita umat yang merasa telah melakukan amal baik berupa amal-amal shalih dan menjadi bagian kaum muslimin padahal sebenarnya dirinya itu masih musyrik dan masih kafir tanpa ia menyadari adalah…
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan orang-orang kafir, perbuatan mereka seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang yang dahaga, tetapi apabila didatangi tidak ada apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah baginya”(QS. An-Nur [24]: 39).
Ayat “dan orang-orang kafir” adalah siapa saja yang belum merealisasikan Laa ilaaha illallaah, baik itu mengaku muslim atau non muslim, mau shalat, mau zakat ataupun haji akan tetapi belum merealisasikan Laa ilaaha illallaah maka pada hakikatnya dia masih kafir.
Allah memperumpamakan amalan orang-orang yang belum merealisasikan Laa ilaaha illallaah seperti fatamorgana, maksudnya adalah bahwa orang yang merasa dirinya sudah muslim (ia melakukan) shalat, zakat, haji dan banyak berbuat baik pada sesama, lalu ia mengira pahalanya sudah menumpuk di sisi Allah, dia siap memetiknya hingga dia mengira akan masuk surga, dan ketika didatangi (maksudnya: mati) menemui Allah, yang mana sebelumnya dia di dunia mengira pahala sudah menumpuk… ternyata realitanya dia tidak mendapatkan apa-apa, kenapa…? karena Allah tidak mencatatnya, karena amalan itu tidak ada artinya, sungguh sangat kecewa, padahal dahulu ketika di dunia dia mengira bahwa dia calon penghuni surga dan aman dari api neraka, ternyata yang ada adalah nestapa yang dia dapatkan dalam realita yang seperti itu… Bagaimana sekiranya kalau hal itu menimpa diri kita? Ini adalah gambaran dalam ayat tersebut.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ لا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَى شَيْءٍ ذَلِكَ هُوَ الضَّلالُ الْبَعِيدُ
“Perumpamaan orang yang kafir kepada Tuhannya, perbuatan mereka seperti debu yang ditiup oleh angin keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak kuasa (mendatangkan manfaat) sama sekali dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia)” (QS. Ibrahim [14]: 18)
Jika kita menyimpan debu di depan rumah, lalu tiba-tiba debu tersebut ditiup badai… maka apa yang terjadi? Maka kita akan lihat debu tersebut beterbangan. Begitu juga amal shalih, ia seperti tumpukan debu, sedangkan noda-noda kekafiran, kemusyrikan, kethaghutan adalah badai yang meniup dan menghempaskan amal shalih yang menumpuk, maka amal shalih itu hilang diterpa badai kemusyrikan tersebut.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada Nabi-Nabi yang sebelummu: Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalanmu dan tentulah engkau termasuk orang yang merugi.”(QS. Az-Zumar [39]: 65)
Allah Ta’ala mengingatkan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, beliau adalah orang muslim, muwahhid, dan mukmin. Akan tetapi jika Rasulullah melakukan kemusyrikan ~sedangkan kedudukan beliau adalah Rasul~ beliau diberikan ancaman oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka apa gerangan dengan kita..?
Rugi, karena sudah capek beramal, banyak mengeluarkan biaya, apalagi kalau pergi Haji tentu memakan biaya besar, akan tetapi ternyata tidak mendapatkan apa-apa… bukankah ini suatu kerugian…???
Bahkan bukan hanya Rasulullah Muhammad shalallahu’alaihi wa sallamsaja, akan tetapi semua rasul diperingatkan dengan ancaman oleh AllahSubhanahu Wa Ta’ala dalam kitab-Nya:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sekiranya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan” (QS. Al-An’am [6]: 88)
Andai kamu hai orang-orang muslim… hai siapa saja, bila melakukan kemusyrikan, maka lenyaplah amal kamu seperti tumpukan debu yang dihempas oleh badai, sehingga ketika mengaku sebagai seorang muslim, merasa dirinya sudah Islam, melakukan shalat, zakat, haji, berjihad, berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga, memberi kepada sesama dan yang lainnya, akan tetapi bila realita sebenarnya dia itu belum merealisasikan Laa ilaaha illallaah dan belum kufur terhadap thaghut dan merasa dirinya sudah benar, sudah Islam, dia merasa bahwa kalau dia mati bisa memetik hasil amal shalih yang telah dia lakukan, akan tetapi ternyata ketika dia datang ke akhirat ia tidak mendapatkan apa-apa sehingga ini yang Allah gambarkan dalam firman-Nya:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا (١٠٣) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya? (yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya” (QS. Al Kahfi [18]: 103-104).
Mereka mengira sudah berbuat sebaik-baiknya, mengira bahwa dia itu calon penghuni surga, mengira bahwa amalannya diterima AllahSubhanahu Wa Ta’ala, mengira dirinya aman dari api neraka. Tapi ternyata… tidaklah seperti yang dia perkirakan. Bukannya pahala yang didapatkannya, akan tetapi malah siksa api neraka, karena apa? karena belum merealisasikan inti dari ajaran Islam -Laa ilaaha illallaah (iman kepada Allah dan kufur terhadap thaghut)- sehingga nestapa inilah yang akan dirasakan dan apa yang Allah gambarkan dalam firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ (٢) عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ (٣) تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً
“Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk hina, (karena) bekerja keras lagi kepayahan, mereka memasuki api yang sangat panas“ (QS. Al Ghaasyiyah [88]: 2-4)
Bukan surga yang didapat, akan tetapi dia masuk ke dalam api yang menyala-nyala. Alangkah ruginya, alangkah sedihnya ketika kondisi yang di sana tidak ada lagi kesempatan untuk kembali lagi ke dunia. Mungkin, ketika orang melakukan kegagalan di dunia ini, dia bisa mengulang dan bisa mengambil pelajaran karena masih ada kesempatan tapi di akhirat maka tidak akan ada lagi kesempatan.
Orang yang dahulunya menentang Allah dan mengikuti thaghut, mereka akan berkata seperti yang Allah gambarkan dalam firman-Nya:
إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأسْبَابُ (١٦٦) وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan di antara mereka terputus sama sekali”. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami”. Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka”. (QS. Al-Baqarah [2]: 166-167)
Jadi, tauhid (Laa ilaaha illallaah) adalah inti kehidupan kita, inti dari dien kita. Realisasikan tauhid ini, jauhi thaghut sebelum Allah Subhanahu Wa Ta’ala menutup akhir hayat kita sedangkan kita belum berlepas diri dari kethaghutan, karena kehidupan dunia hanya sementara, kehidupan abadi adalah di akhirat. Allah menciptakan kita di dunia untuk mengabdi kepada Allah… untuk menjauhi thaghut.
Apakah thaghut itu? Apa kita sudah tahu apa thaghut, yang mana Allah memerintahkan kita untuk menjauhinya? Dimana keimanan kepada Allah tidak akan bermanfaat tanpa kafir kepada thaghut dan bagaimana cara kita menjauhi thaghut? Dan apa saja yang membatalkan Laa ilaaha illallaah? Apa saja yang menggugurkan Laa ilaaha illallaah? Jika kita mengetahui apa yang membatalkan wudhu padahal seharusnya kita terlebih dahulu mengetahui apa yang membatalkan Laa ilaaha illallaah… yakni yang membatalkan tauhid kita.
Semua itu akan lebih memahamkan kita ketika mendengar ayat-ayat yang tadi saya sampaikan tentang begitu pentingnya Laa ilaaha illallaah dan begitu besarnya kandungan Laa ilaaha illallaah ini sehingga amalan tidak bisa diterima tanpa adanya pengamalan terhadap Laa ilaaha illallaah. Semua ini mendorong kita untuk mengetahui apa sebenarnya yang dikandung oleh Laa ilaaha illallaah dan bagaimana hukumnya berloyalitas terhadap thaghut. Semua ini harus diketahui.
Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita, keluarganya dan para shahabatnya, serta orang-orang yang mengikutinya sampai hari kiamat…

Alhamdulillahirrabbil’aalamiin.

- Copyright © Let's share thE inSpiration - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -